Minggu, 02 Desember 2012


Gubernur DKI Jokowi puyeng dengan syarat pinjaman Jepang sebelum memutuskan proyek Mass Rapid Transit (MRT). Utang ke Jepang pun banyak dipertanyakan warga dan pakar transportasi. Ternyata, inisiatif utang ke Jepang itu dari Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat sendiri. Wah!

Mengenai utang, Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas mengatakan bahwa pinjaman ke Jepang itu bukan Jepang yang menawarkan. Melainkan dari inisiatif Indonesia.

"Kita sendiri yang mengusulkan, Pemprov DKI sendiri yang mengusulkan, Ditjen Perkeretaapian yang mengusulkan, pilihan teknologi dan lain-lain, yang untight loan dan tight loan. Ditjen Perkeretaapian tak sendirian, ada steering comittee dari Bappenas, Menko Perekonomian," kata Deputi Bappenas itu saat rapat MRT di Balai Kota, Rabu (28/11/2012) lalu seperti yang diunggah Pemprov DKI Jakarta di Youtube, 28/11/2012 lalu.

Kemudian Deputi Gubernur DKI bidang Transportasi Soetanto Soehodo mengatakan bila mengenai kebisingan, sesungguhnya MRT di luar negeri itu tidak bising karena ada teknologinya.

"Rumusan lingkungan dan lain sebagainya, saya hidup di Jepang cukup lama. Noise dan sebagainya sudah ada noise barrier. Ganggu kehidupan orang saya kira tidak. Fatmawati daerah komersil bukan hunian. Bicara social cost, bicara social cost yang sesungguhnya, masyarakat Jakarta bukan hanya masyarakat bangunan penghuni sekitar MRT," tutur mantan Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) ini menanggapi keluhan warga Fatmawati yang rencananya kawasannya akan dilintasi MRT. 

Mengenai mengapa utang ke Jepang, bukan lagi kompetensinya untuk menjawab. Karena pinjaman luar negeri itu masuk lewat pemerintah pusat. Jepang memberikan pinjaman dengan bunga sangat murah (tight loan) bukan dengan bunga sangat tinggi (untight loan).

Sejak 80-an, imbuh Soetanto, Indonesia mulai mengkaji MRT, termasuk studi-studi yang dilaksanakan BPPT.

"Kenapa (MRT) harus di permukaan, bukan di bawah tanah? Ada studinya, bukan diputuskan Pemprov DKI, bukan. Itu dilakukan dengan ahlinya," kata dia.

Sementara mengenai dokumen dan studi MRT yang selama ini terkesan dirahasiakan, pihak PT MRT Jakarta mengatakan sudah ada di situs mengenai MRT ini.

"Isi dokumen saya itu ROI, 42:58 (proporsi tanggungan utang Pusat dan Pemprov DKI), tight loan itu di situs Bappenas. Kajian lain studi-studi bisa Bapak baca di JICA, analisa ROI juga. Analisa 42:58 ada website kami. 42 Persen itu hibah pemerintah pusat kepada pemda, bukan Jepang ke kita," jelas direksi PT MRTJ itu.

Wagub Ahok lantas menengahi rapat MRT yang berlangsung panas dan belum ada kejelasan itu. Sementara Jokowi sudah meninggalkan ruangan karena hendak menemui warga Cilincing yang pada pagi harinya menggelar demonstrasi sambil bakar-bakar ban, menolak penggusuran.

"Cari alasan mudah sekali karena kami bisa bilang kami orang baru. Tapi kami cari solusi ini, Pak," kata Ahok.

Ahok lantas menyuruh Bappenas menyerahkan dokumen-dokumen kajian kepada Pemprov DKI. Data dari Bappenas itu akan diunggah di situs Pemprov DKI.

"Bappenas segera serahkan pada kami hard copy dan soft copy-nya, kalau ada soft copy kami bisa taruh di website kami. Kami juga denger-denger juga, Pak. Struktur bisa berpengaruh, kita kaji lagi kalau benar kami juga tidak bangun kalau Bapak-Ibu tidak merelakan. Mohon maaf hari ini kami belum bisa ambil keputusan, banyak sekali yang kami tidak tahu, rapat kita tutup, kasih kajiannya nanti," kata Ahok.

Rapat soal MRT Jakarta itu bisa dilihat di sini.
Load disqus comments

0 komentar